Minggu, 13 April 2014

Video Kesaksian Abu Hammam As-suri

Kesaksian kali ini disampaikan oleh syekh Abu Hammam Assuri, seorang panglima askari Jabhah Nushrah yang berulang kali menemui pihak isis untuk negosiasi mewakili faksi-faksi jihad disuriah. Kesaksian ini sendiri sebenarnya sudah diterbitkan sejak 23 maret 2014, namun kami baru terbitkan agar lengkap dengan terjemahan subtitle filmnya.
KESAKSIAN-KESAKSIAN SEBELUM HABISNYA TENGGAT WAKTU MUBAHALAH
  KESAKSIAN SYAIKH ABU HAMMAM AS-SURIY -SEMOGA ALLAH MENJAGANYA-.



Kesaksian Mujahidin Senior Al-Qaeda, Syaikh Abu Hammam As-Suri, Terhadap ISIS

Yayasan media Al-Bashira Media
Mempersembahkan
Kesaksian Syaikh Abu Hammam As-Suri



 قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ


(Katakanlah : “inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang menyekutukannya)”. (Qs. Yusuf : 108)

Poin-poin penting yang disebutkan oleh syaikh dalam kesaksiannya :
  • Dia bersaksi bahwa Jamaah Daulah (ISIS) melanggar perkataan-perkataannya, janji-janjinya dan perjanjian.
  • Dia bersaksi bahwa Jamaah Daulah (ISIS) memindahkan pasukan-pasukan dari penjagaan melawan rezim (Bashar Asad) untuk memerangi kelompok muslim lainnya, sehingga barisan kiri tanpa penjagaan dan sangat berisiko untuk keselamatan kaum muslimin.
  • Dia bersaksi bahwa Jamaah Daulah (ISIS) menolak segala mediasi dan upaya rekonsiliasi, dan upaya untuk menyelesaikan urusan di  pengadilan Islam bahkan memaksa untuk berperang walaupun harus menumpahkan darah sesama muslim.
Biografi singkat Syaikh Abu Hammam As-Suri

Syaikh Abu Hamam As-Suri juga dikenal dengan nama Farouq As-Suri berangkat ke Afghanistan di tahun 1990-an, antara tahun 1998-1999 dia bergabung dengan kamp pelatihan Al-Ghuraba milik Syaikh Abu Mus’ab As-Suri, beberapa tahun sebelum pindah ke kamp di Kandahar yang dikenal dengan kamp pelatihan Al-Farouq, juga dikenal dengan nama “kamp lapangan terbang” yang mana digunakan untuk melatih pasukan khusus mujahidin Afghan. Syaikh Abu Hammam lulus dari Kamp Al-Farouq dengan menjadi salah satu yang terbaik, berada di rangking kedua hanya kalah dari Abu Al-Abas Az-Zahrani, yang mana beliau merupakan salah satu dari pahlawan dalam operasi serangan 9/11.

Bersama dengan kelulusannya, beliau diangkat oleh Syaikh Aaif Al-Adl, Anggota majlis syura dari Tanzhim Al-Qaeda, menjadi Amir di kamp lapangan terbang di Kandahar. Beliau juga bekerja sebagai pelatih di kamp pelatihan Al-Farouq, di kamp inilah beliau berbai’at kepada Syaikh Usamah bin Ladin dengan menjabat tangan Syaikh Usamah, semoga Allah merahmatinya dan menerimanya.

Syaikh Abu Hammam lah yang bertangung jawab terhadap muhajirin dari Syam di Afghanistan dan beliau jugalah yang menjaga urusan mereka di Khurasan. Beliau turut serta dalam banyak peperangan  melawan Salibis yang menginvasi Afghanistan.

Beliau terus bersama Syaikh Saif Al-Adl, sampai Syaikh Musthafa Abul Yazid memerintahkannya untuk bertugas di Iraq sebelum kejatuhan Baghdad. Beliau menetap sekitar 4 bulan di sana, sebagai wakil resmi Al-Qaeda dari kepemimpinan di khurasan.
Selama rentang waktu itu, beliau menemui Syaikh Abu Mus’ab Az-Zarqawi, dan Syaikh Abu Hamzah Al-Muhajir, semoga Allah merahmati dan menerima keduanya. Sewaktu di Iraq, mata-mata Iraq menangkapnya dan menyerahkannya ke suriah, yang mana belakangan malah melepaskannya tanpa tuduhan apapun.

Setelah dimulainya Jihad di Iraq, beliau diangkat menjadi ketua militer di kantor pelayanan mujahidin. Dan Syaikh Abu Mus’ab Az-Zarqawi mengirimkan amir-amirnya kepada beliau untuk menerima pelatihan dari beliau.

Setelah dimulainya penangkapan besar-besaran yang dilakukan oleh rezim nusairiyah di suriah pada tahun 2005, beliau berangkat ke Lebanon, lalu berhijrah ke Afghanistan karna perintah dari masyayikh di sana. Beliau diperintah oleh Syaikh Athiyatullah, seorang yang bertanggung jawab dalam setiap operasi di luar negeri, untuk bertugas di Suriah dan mengabarkannya langsung ke Al-Qaeda. Beliau ditangkap di Lebanon dan dipenjara 5 tahun. Setelah dibebaskan, beliau bergabung ke Tanzhim Al-Qaeda di Syam, Jabhah Nushrah. Saat ini beliau menduduki posisi sebagai komandan militer Jabhah Nushrah. Semoga Allah menolongnya.

Kesaksian Syaikh Abu Hammam  As-Suri

Dengan nama Allah, dan semoga kedamaian dan kerahmatan tercurahkan atas Utusan Allah (SAW) dan keluarga-keluarga beliau. Ya Allah! Tidak ada kemudahan kecuali Engkau yang memberi kemudahan, dan Engkau memudahkan hal yang sulit sekehendak-Mu. Ya Allah! Tunjukkanlah kami bahwa yang benar itu benar dan buatlah kami mengikutinya, dan tunjukkanlah yang salah itu salah dan buatlah kami menjauhinya. Ya Allah! Tunjukanlah kami jalan Al-Haq dengan idzin-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Petunjuk kepada  ke jalan yang lurus.

Ketika terjadi masalah di kota Orim, saya mendatangi Abu Umar At-Tunisi, dia adalah komandan yang bertanggung jawab dalam operasi-operasi di Orim. Dia mengumpulkan pasukannya untuk menyerang dan menyerbu ‘Bataliyon 46’ (bekas basis militer Rezim Asad yang saat ini ditempati oleh mujahidin). Aku bertemu dengannya, dan saat itu situasinya lagi sulit dan tegang. Aku mencoba untuk mengerti apa yang terjadi, kenapa mereka (ISIS) menyerang, dan juga alasannya. Akan tetapi dia mulai menuduhku dan berteriak kepadaku : “Bagaimana bisa kalian bekerja sama dengan FSA? Kalian bersama orang-orang murtadin! Kalian melindungi orang murtadin! Kalian berdiri di sisi mereka!”
Lalu aku bertanya : “apa maksudmu dengan ‘murtadin’?”
Dia menjawab : “Bagaimana bisa kalian mengambil bai’at dari FSA, dari Abu Jalal?”
Diskusi panjang terjadi antara aku dan dia. Aku menginginkan untuk menghentikan peperangan, untuk menjaga tumpahnya darah orang muslim, akan tetapi mereka (ISIS) bersikeras untuk melanjutkannya, aku tidak mampu untuk menghentikan perang.

Aku berkata padanya : “Aku ingin bertemu dengan atasanmu”. Maka dia mengantarku ke Abu Usamah Al-Maghribi. Aku berdiri di depan pintu selama 3 jam, menunggu Abu Usamah Al-Maghribi menemuiku.

Lalu, tentu saja itu sangat lama. Ketika hari menjelang sore, seseorang datang dan masuk untuk menemui Abu Usamah dan duduk bersamanya. Mereka hanya berpikir bahwa mustahil untuk menghentikan perang. Kami mencoba untuk berkomunikasi dengan pemimpin di ISIS akan tetapi tidak berhasil.

Ketika tengah malam baru kami bisa berkomunikasi dengan Abu Al-Atsir. Aku bertemu dengannya bersama delegasi-delegasi lainnya. Dia kelihatan tegang dan marah. Kami masuk untuk bertemu Abu Al-Atsir, aku dan delegasi lainnya, dan mulai berbicara dengannya soal ‘Bataliyon 46’.
Kukatakan padanya : “Marilah kita pertimbangkan untuk mengakhiri hal ini. Kalian menyerang barak, lalu mengambil senjata dan amunisi. Hentikanlah serangan dan berhentilah menumpahkan darah sesama Muslim dan cegahlah timbulnya fitnah sebelum menjadi lebih besar, dan berhentilah membunuh.”

Sampai saat ini wanita-wanita yang telah diculik, dipenjara, diperkosa, dan sampai saat ini bahkan belum disebutkan, dan beberapa klaim yang belum tentu benar bahwa ada wanita yang diculik dan diperkosa adalah disebabkan oleh peperangan ini, tapi saat itu aku tidak berbicara seperti itu tentang yang terjadi.

Abu Al-Atsir sangat marah. Lalu dia berbicara dengan seseorang di radio: “Perintahkan semua pasukan garis depan untuk mundur. Hari ini aku ingin menyerang Al-Atarib (kota dekat basis), aku ingin membasmi mereka semua!”.

Aku berkata : “Takutlah kepada Allah! Bagaimana bisa kau menarik pasukan yang ada di barisan depan (yang sedang berperang melawan rezim Suriah) untuk memerangi salah satu dari kelompok FSA? Jika tentara (rezim) itu datang, mereka akan memperkosa wanita dan membunuh semuanya, yang dari ISIS dan lainnya!”
Dia berkata : “Biarkan saja tentara itu datang dan memperkosa para wanita!”
Aku berkata: “Takutlah pada Allah! Yang kau katakan itu adalah hal yang dilarang.”
Dia menjawab: “Biarkan tentara datang dan memperkosa wanita mereka. Biarkan mereka saja yang melindungi.”

Aku mencoba untuk berbicara kepadanya, untuk membuatnya mengerti, akan tetapi aku tidak melihatnya sebagai seorang yang punya tanggung jawab. Begitu juga dia tidak pantas berada di posisi sebagai yang memerintah dan bertanggung jawab terhadap kaum muslimin, darah dan kehormatan mereka.
Kukatakan ke Abu Al-Atsir : “Kami (Jabhah Nushrah) memiliki basis di Bataliyon 46. Apakah kau mengetahuinya?”
Dia menjawab: “Ya, kami mengetahuinya”
Kutanya lagi : “Apakah kau melihat bendera Jabhah Nushrah di atas barak? Dan tahukah kau bahwa di sana ada bataliyon yang memberikan bai’atnya kepada Jabhah Nushrah, dan saudara-saudara kita di sana, dan ada ustad yang mengajar saudara-saudara kami di sana?”.
Dia menjawab : “Ya kami mengetahuinya.”
Kutanya lagi : “Jadi kau mengetahui bahwa ada Jabhah Nushrah di Bataliyon 46?”
Dia menjawab : “Ya, mereka adalah Jabhah Nushrah yang berbai’at kepada kami, dan saat ini mereka menjadi bagian dari ISIS.”

Kutanya lagi : “Bagaimana bisa? Aku tidak mengerti maksudmu?”
Dia menjawab : “Orang yang memberi bai’at kepadamu, setelah seminggu mereka memberikan bai’at kepada kami, dan dia adalah teman lamaku dan kami pernah bersama-sama dalam banyak peperangan. Kami kaget ketika dia berbai’at kepada Jabhah, jadi aku mendatanginya dan tidak pergi kecuali dia berbai’at kepada daulah(ISIS).”

Kukatakan : “Subhanallah! Kau menyalahkan kami karena mengambil bai’at dari brigade ini dan menganggap FSA dan ‘murtadin’ dan menuduh kami membantu para ‘murtadin’ dan beraliansi bersama ‘murtadin’ yang ternyata adalah temanmu, dan orang yang berbai’at kepadamu.”

Dia berkata : “Dia adalah teman lamaku, dan masih.”
Aku berkata kepada Abu Al-Atsir : “Jika saat ini kau menghentikan perang, semua battalion di FSA juga siap melakukan gencatan senjata, dan syaratnya adalah mundur dari Bataliyon 46”.
Dia berkata : “Kami tidak akan mundur, dan kami tidak akan kabur!”
Aku berkata : “Bahkan jika harus menumpahkan darah, darahmu dan darah saudara-saudaramu, darah kaum muslimin?”
Dia menjawab : “Saat ini kami akan menemui para pasukan dari barisan depan dan akan menyerang basis dan menghancurkan mereka”.

Tentu saja di lain hari aku mendatangi Abu Usamah Al-Maghribi. Kami mencoba untuk menegosiasikan gencatan senjata, dan dia adalah penanggung jawab militer kawasan itu, kami berkata : “Bagaimana bisa kamu menyerang basis sedangkan saudara-saudara kami ada di dalam dan kamu membunuh mereka?”
Dia menjawab : “Kami tidak mengetahui saudara kalian ada di dalam dan kami tidak mengetahui kalau ada Jabhah di sana”.
Aku bertanya : “Bagaimana bisa? Kan ada bendera kami di sana.”
Dia menjawab : “Kami menyerang pada malam hari. Jadi kami tidak mengenali benderanya.”
Aku berkata : “Saudara-saudara kami berada di sana. Dan tidak ada seorangpun yang mengabari mereka.”
Dia berkata : “Para penyerang semuanya non arab dan tidak bisa berbicara bahasa arab dan mengerti bahasa arab, dan mereka memasuki basis pada malam hari dan membunuh orang yang di dalamnya. Masalah ini berkembang kemana-mana, padahal ini hanya isu kecil.”

Aku berada diantara delegasi yang mana semuanya bekerja keras untuk menghentikan perang antara daulah (ISIS) dan kelompok bersenjata lainnya. Kami tidak bisa menemui komandan di daulah (ISIS) yang mana merupakan pembuat keputusan, sampai akhirnya kami menemui Abu Ali Al-Anbari (Wakil Syaikh Al-Baghdadi, -ed). Kami meminta padanya untuk menemui pembuat keputusan, dia menjawab : “Akulah pembuat keputusan dan keputusanku dipersetujui oleh semua orang di daulah (ISIS), bahkan Al-Baghdadi.”
Kami berkata : “Baguslah. Kami adalah wakil dari berbagai kelompok”.

Jabhah mendapat kewenangan dari beberapa kelompok untuk mewakili mereka di dalam negosiasi. Kami berbicara banyak dengan Abu Ali Al-Anbari, akan tetapi kami tidak mencapai kesepakatan. Kami berkata padanya : “Berhati-hatilah saat ini, masyarakat akan bangkit melawanmu.”
Dia menjawab : “Tidak, mereka tidak akan melawan; sebaliknya mereka mencintai kami.”
Aku berkata : “Kamu tidak mengetahui realita yang terjadi saat ini. Masyarakat telah bersiap-siap melawanmu.”
Dia menjawab : “Kami akan memerangi siapapun yang mengangkat senjata melawan kami.”
Aku berkata : “Kelompok bersenjata (Mujahidin) dan masyarakat, dan mereka yang  mengklaim bahwa kamu telah melakukan ketidakadilan terhadap mereka.”
Dia menjawab : “Kami akan memerangi mereka semua. Kami akan menghabisi mereka. Kami yang akan hancur atau mereka yang akan hancur! Kami akan memberantas siapapun yang melawan kami, melawan daulah (ISIS)”.
Di dalam pembicaraannya beberapa kali dia mengulang : “Mereka adalah shahawat. Mereka adalah murtadin. Kami akan membasmi mereka!”, Dan kami kembali dari pertemuan dengannya tanpa hasil apapun.

Kami datang dan mengetahui bahwa dia bukanlah orang yang bertanggung jawab, seseorang dengan posisi yang tinggi (orang kedua di ISIS,-ed) ingin membasmi orang lain. Ingin membasmi semua yang melawan daulah (ISIS).
Bahkan saat mediator berkata padanya : “Semua faksi dan bataliyon siap tunduk dengan pengadilan syariah”.

Dia menjawab di depanku, dan Allah akan menjadi saksi atas apa yang aku katakan, (dia berkata) : “Setelah kami selesai (membunuh semuanya), maka barulah di sana ada pengadilan syariah”. Cara bicaranya menunjukkan bukti bahwa dia seorang yang tidak bertanggung jawab.

Mereka (ISIS) menggunakan pemuda dan mujahidin di dalam perang melawan kelompok-kelompok (kelompok Islam dan kafir) dan para mujahid itu juga tidak berharga menurut mereka. Mereka menganggap mujahid itu sebagai orang yang datang untuk mati, maka (biarkan) mereka pergi dan mati.

Aku bersama beberapa saudara yang mulia mendatangi Umar Al-Shishani, mencoba untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.  Kami berbicara panjang lebar dengannya. Ini merupakan pembahasan yang sangat rumit, dan akhirnya kami mencapai kesepakatan gencatan senjata, dengan syarat Daulah menghentikan tindakan pembunuhan, dan di sisi lain kami meminta kepada semua kelompok yang berperang, untuk berhenti berperang dan membawa kasus ini ke pengadilan syariah setelah selesai peperangan, pengadilan syariah yang akan ada keputusan pengadilan mengenai konflik dan pelanggaran di antara kedua belah pihak.

Aku berkata kepada Umar Al-Shishani : “kami ingin bukti keaslian kesepakatan ini, untuk membuat kelompok lainnya percaya kepada kami.”
Tentu saja, dia menyetujui bahkan hampir semua asistennya menjadi saksi akan keaslian kesepakatan itu. Dan ini adalah kesepakatan antar komandan militer umum Jabhah Nushrah dan komandan militer umum Daulah (ISIS), saling menyepakati untuk gencatan senjata di semua tempat peperangan antara Daulah dan kelompok lainnya.
Dan kami bertanya kepadanya : “Apakah kesepakatan ini atas persetujuan Daulah?”, dia (Umar) menjawab: “ya.” Dan saudara lainnya yang bersamaku berkata padanya: “Apa yang kamu katakan ini atas persetujuan Daulah?”. Dia menjawab : “Ya, ini adalah kesepakatan yang dipersetujui oleh Daulah dan berlaku di mana saja. Aku adalah komandan umum militer Daulah dan kesepakatan ini disetujui oleh Daulah.”

Umar Al-Shishani ingin mempercepat pelaksanaan gencatan senjata, dan berkata padaku : “Kapan gencatan senjata ini akan dimulai?”.

Aku berkata padanya : “Kami harus menyampaikannya kepada pimpinan dan menginformasikannya kepada batalion-batalion dan kelompok-kelompok yang ada.”
Dia menjawab : “Itu membutuhkan beberapa waktu. Kami ingin secepatnya.”
Aku menjawab : “Ini butuh setidaknya dua hari.”
Dia berkata : “Tidak, ini terlalu lama. Kau harus bergegas akhi, buat lebih cepat lagi.”
Aku menjawab : “Setidaknya dua hari. Aku tidak bisa melakukan ini kurang dari dua hari, aku harus menginformasikan hal ini ke komando pusat Jabhah Nushrah, dan lalu kepada bataliyon dan kelompok lainnya tentang kesepakatan ini.”

Dia telah memberi harapan kepadaku untuk mempercepat penyelesaian masalah ini. Disana ada yang setuju dengan pendapat Umar Al-Shishani, dan ada pula yang tidak setuju dan menginginkan perang.

Di hari berikutnya, sebagai tanda niat baik mereka (bermaksud menyindir), mereka mengirim bom mobil ke Anadan dan iring-iringan militer ke Manbij. Aku tidak tau siapa sebenarnya pembuat keputusan di Daulah, kesepakatan gencatan senjata sudah tercapai tapi di hari berikutnya bom mobil dan penyerangan terhadap penduduk. Kesepakatan tidak berarti apapun kecuali hanya sekedar tulisan diatas kertas, dan kami tidak bisa menemui pemimpin utama yang membuat keputusan di Daulah.


Bukti kesepakatan antara Syaikh Abu Hammam As-Suri dan Komandan Militer ISIS, Umar Al-Syisyani
Kami tidak berhasil menemui orang yang mempunyai kewenangan di Jamaah Daulah (ISIS) yang mengingikan gencatan senjata dan menghentikan tumpahnya darah kaum muslimin dan darah saudara mereka. 

Subhanallah, kami sangat antusias menjaga untuk tidak tertumpahnya darah kaum muslimin dan mujahidin baik yang di Daulah maupun lainnya.

Kami mencoba untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di beberapa daerah, bahkan ketika FSA datang untuk menguasai Al-Sinaeya (kota industri), kami mendengar bahwa Daulah mundur dari basisnya, maka kami mengirimkan utusan (dari Jabhah Nushrah) memastikan berita tersebut. Lalu ikhwan ini memasuki salahsatu bekas pos isis dengan penuh waspada.

Tidak ada seorangpun di dalamnya. Tatkala memasuki suatu area ditemukan disitu penuh ranjau dan bom siap ledak.. Maka tim survey kembali dan menyampaikan berita ini kepada kami, maka kami mengirimkan ahli penjinak bom untuk menjinakkannya. Mereka (daulah) menaruh tong-tong berisi TNT dan di samping tong itu ada gas khlor. Jika tong-tong itu meledak, maka ia akan menghasilkan gas khlorinat yang mematikan.
Padahal terdapat banyak rakyat sipil, wanita dan anak-anak di kota Al-Sinaeya ini. Jika tong-tong itu meledak, itu akan menjadi suatu pembantaian, dan itu akan menyebabkan kematian banyak wanita dan anak-anak yang dievakuasi dari kota lainnya dan dibawa ke tempat perlindungan di Al-Sinaeya. Semuanya akan mati. Laa haula walaa quwata illa billah.

Adapun perihal bom mobil, aku dengan mata kepalaku sendiri menyaksikan operasi di Al-Moshat. Sebuah bom mobil datang meledakkannya di gerbang Al-Moshat. Dan mobil kedua datang dan dia meledakkan dirinya di dalam pemukiman Fafen, sebelum dia keluar dari pemukiman dan sebelum dia mencapai Al-Moshat. Sedangkan mobil ketiga terletak 100 meter di belakang mobil kedua, meledakkan dirinya di samping pom bensin.

Dua mobil meledak di samping pemukiman sipil dan di sana tidak ada kelompok manapun, tidak dari FSA, dan tidak dari Jabhah Nushrah, dan tidak juga dari kelompok lainnya. Kedua mobil itu meledak di antara pemukiman warga. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri dan masih teringat  akan ledakan dan kerusakan yang masih ada sampai saat ini bagi siapapun yang ingin melihatnya. Hasbunallah wa nikmal wakil.

Pertemuanku dengan Abu Al-Atsir, Abu Ali Al-Anbari dan Umar Al-Shishani dan bom mobil di pemukiman warga Fafen dan tong-tong gas khlorinat di Al-Sinaeya, Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku melihatnya sendiri, dan Allah menjadi saksi atas apa yang aku katakan.

Walhamdulillahi Rabbil Aalamin.


Link video dengan subtitle indonesia :
http://www.youtube.com/watch?v=wNupmOvbFVw&feature=youtu.be

Tidak ada komentar:

Posting Komentar