Kesaksian kali ini disampaikan oleh syekh Abu Hammam Assuri, seorang panglima askari Jabhah Nushrah yang berulang kali menemui pihak isis untuk negosiasi mewakili faksi-faksi jihad disuriah. Kesaksian ini sendiri sebenarnya sudah diterbitkan sejak 23 maret 2014, namun kami baru terbitkan agar lengkap dengan terjemahan subtitle filmnya.
KESAKSIAN-KESAKSIAN SEBELUM HABISNYA TENGGAT
WAKTU MUBAHALAH
KESAKSIAN SYAIKH ABU HAMMAM AS-SURIY -SEMOGA ALLAH MENJAGANYA-.
Kesaksian Mujahidin Senior Al-Qaeda, Syaikh Abu Hammam As-Suri, Terhadap ISIS
Yayasan media Al-Bashira Media
Mempersembahkan
Kesaksian Syaikh Abu Hammam As-Suri
قُلْ
هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
(Katakanlah : “inilah jalan
(agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah
dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang
yang menyekutukannya)”. (Qs.
Yusuf : 108)
- Dia bersaksi bahwa Jamaah Daulah (ISIS) melanggar perkataan-perkataannya, janji-janjinya dan perjanjian.
- Dia bersaksi bahwa Jamaah Daulah (ISIS) memindahkan pasukan-pasukan dari penjagaan melawan rezim (Bashar Asad) untuk memerangi kelompok muslim lainnya, sehingga barisan kiri tanpa penjagaan dan sangat berisiko untuk keselamatan kaum muslimin.
- Dia bersaksi bahwa Jamaah Daulah (ISIS) menolak segala mediasi dan upaya rekonsiliasi, dan upaya untuk menyelesaikan urusan di pengadilan Islam bahkan memaksa untuk berperang walaupun harus menumpahkan darah sesama muslim.
Biografi
singkat Syaikh Abu Hammam As-Suri
Syaikh Abu Hamam As-Suri juga
dikenal dengan nama Farouq As-Suri berangkat ke Afghanistan di tahun 1990-an,
antara tahun 1998-1999 dia bergabung dengan kamp pelatihan Al-Ghuraba milik
Syaikh Abu Mus’ab As-Suri, beberapa tahun sebelum pindah ke kamp di Kandahar
yang dikenal dengan kamp pelatihan Al-Farouq, juga dikenal dengan nama “kamp
lapangan terbang” yang mana digunakan untuk melatih pasukan khusus mujahidin
Afghan. Syaikh Abu Hammam lulus dari Kamp Al-Farouq dengan menjadi salah satu
yang terbaik, berada di rangking kedua hanya kalah dari Abu Al-Abas Az-Zahrani,
yang mana beliau merupakan salah satu dari pahlawan dalam operasi serangan
9/11.
Bersama dengan kelulusannya, beliau
diangkat oleh Syaikh Aaif Al-Adl, Anggota majlis syura dari Tanzhim Al-Qaeda,
menjadi Amir di kamp lapangan terbang di Kandahar. Beliau juga bekerja sebagai
pelatih di kamp pelatihan Al-Farouq, di kamp inilah beliau berbai’at kepada
Syaikh Usamah bin Ladin dengan menjabat tangan Syaikh Usamah, semoga Allah
merahmatinya dan menerimanya.
Syaikh Abu Hammam lah yang
bertangung jawab terhadap muhajirin dari Syam di Afghanistan dan beliau jugalah
yang menjaga urusan mereka di Khurasan. Beliau turut serta dalam banyak
peperangan melawan Salibis yang menginvasi Afghanistan.
Beliau terus bersama Syaikh Saif
Al-Adl, sampai Syaikh Musthafa Abul Yazid memerintahkannya untuk bertugas di
Iraq sebelum kejatuhan Baghdad. Beliau menetap sekitar 4 bulan di sana, sebagai
wakil resmi Al-Qaeda dari kepemimpinan di khurasan.
Selama rentang waktu itu, beliau
menemui Syaikh Abu Mus’ab Az-Zarqawi, dan Syaikh Abu Hamzah Al-Muhajir, semoga
Allah merahmati dan menerima keduanya. Sewaktu di Iraq, mata-mata Iraq
menangkapnya dan menyerahkannya ke suriah, yang mana belakangan malah
melepaskannya tanpa tuduhan apapun.
Setelah dimulainya Jihad di Iraq,
beliau diangkat menjadi ketua militer di kantor pelayanan mujahidin. Dan Syaikh
Abu Mus’ab Az-Zarqawi mengirimkan amir-amirnya kepada beliau untuk menerima
pelatihan dari beliau.
Setelah dimulainya penangkapan
besar-besaran yang dilakukan oleh rezim nusairiyah di suriah pada tahun 2005,
beliau berangkat ke Lebanon, lalu berhijrah ke Afghanistan karna perintah dari
masyayikh di sana. Beliau diperintah oleh Syaikh Athiyatullah, seorang yang
bertanggung jawab dalam setiap operasi di luar negeri, untuk bertugas di Suriah
dan mengabarkannya langsung ke Al-Qaeda. Beliau ditangkap di Lebanon dan
dipenjara 5 tahun. Setelah dibebaskan, beliau bergabung ke Tanzhim Al-Qaeda di
Syam, Jabhah Nushrah. Saat ini beliau menduduki posisi sebagai komandan militer
Jabhah Nushrah. Semoga Allah menolongnya.
Kesaksian Syaikh Abu Hammam As-Suri
Dengan nama Allah, dan semoga
kedamaian dan kerahmatan tercurahkan atas Utusan Allah (SAW) dan
keluarga-keluarga beliau. Ya Allah! Tidak ada kemudahan kecuali Engkau yang
memberi kemudahan, dan Engkau memudahkan hal yang sulit sekehendak-Mu. Ya
Allah! Tunjukkanlah kami bahwa yang benar itu benar dan buatlah kami
mengikutinya, dan tunjukkanlah yang salah itu salah dan buatlah kami
menjauhinya. Ya Allah! Tunjukanlah kami jalan Al-Haq dengan idzin-Mu,
sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Petunjuk kepada ke jalan yang lurus.
Ketika terjadi masalah di kota Orim,
saya mendatangi Abu Umar At-Tunisi, dia adalah komandan yang bertanggung jawab
dalam operasi-operasi di Orim. Dia mengumpulkan pasukannya untuk menyerang dan
menyerbu ‘Bataliyon 46’ (bekas basis militer Rezim Asad yang saat ini ditempati
oleh mujahidin). Aku bertemu dengannya, dan saat itu situasinya lagi sulit dan
tegang. Aku mencoba untuk mengerti apa yang terjadi, kenapa mereka (ISIS)
menyerang, dan juga alasannya. Akan tetapi dia mulai menuduhku dan berteriak
kepadaku : “Bagaimana bisa kalian bekerja sama dengan FSA? Kalian bersama
orang-orang murtadin! Kalian melindungi orang murtadin! Kalian berdiri di sisi
mereka!”
Lalu aku bertanya : “apa maksudmu
dengan ‘murtadin’?”
Dia menjawab : “Bagaimana bisa
kalian mengambil bai’at dari FSA, dari Abu Jalal?”
Diskusi panjang terjadi antara aku
dan dia. Aku menginginkan untuk menghentikan peperangan, untuk menjaga
tumpahnya darah orang muslim, akan tetapi mereka (ISIS) bersikeras untuk
melanjutkannya, aku tidak mampu untuk menghentikan perang.
Aku berkata padanya : “Aku ingin
bertemu dengan atasanmu”. Maka dia mengantarku ke Abu Usamah Al-Maghribi. Aku
berdiri di depan pintu selama 3 jam, menunggu Abu Usamah Al-Maghribi menemuiku.
Lalu, tentu saja itu sangat lama.
Ketika hari menjelang sore, seseorang datang dan masuk untuk menemui Abu Usamah
dan duduk bersamanya. Mereka hanya berpikir bahwa mustahil untuk menghentikan
perang. Kami mencoba untuk berkomunikasi dengan pemimpin di ISIS akan tetapi tidak
berhasil.
Ketika tengah malam baru kami bisa
berkomunikasi dengan Abu Al-Atsir. Aku bertemu dengannya bersama
delegasi-delegasi lainnya. Dia kelihatan tegang dan marah. Kami masuk untuk
bertemu Abu Al-Atsir, aku dan delegasi lainnya, dan mulai berbicara dengannya
soal ‘Bataliyon 46’.
Kukatakan padanya : “Marilah kita
pertimbangkan untuk mengakhiri hal ini. Kalian menyerang barak, lalu mengambil
senjata dan amunisi. Hentikanlah serangan dan berhentilah menumpahkan darah
sesama Muslim dan cegahlah timbulnya fitnah sebelum menjadi lebih besar, dan
berhentilah membunuh.”
Sampai saat ini wanita-wanita yang
telah diculik, dipenjara, diperkosa, dan sampai saat ini bahkan belum
disebutkan, dan beberapa klaim yang belum tentu benar bahwa ada wanita yang
diculik dan diperkosa adalah disebabkan oleh peperangan ini, tapi saat itu aku
tidak berbicara seperti itu tentang yang terjadi.
Abu Al-Atsir sangat marah. Lalu dia
berbicara dengan seseorang di radio: “Perintahkan semua pasukan garis depan
untuk mundur. Hari ini aku ingin menyerang Al-Atarib (kota dekat basis), aku
ingin membasmi mereka semua!”.
Aku berkata : “Takutlah kepada
Allah! Bagaimana bisa kau menarik pasukan yang ada di barisan depan (yang
sedang berperang melawan rezim Suriah) untuk memerangi salah satu dari kelompok
FSA? Jika tentara (rezim) itu datang, mereka akan memperkosa wanita dan
membunuh semuanya, yang dari ISIS dan lainnya!”
Dia berkata : “Biarkan saja tentara
itu datang dan memperkosa para wanita!”
Aku berkata: “Takutlah pada Allah!
Yang kau katakan itu adalah hal yang dilarang.”
Dia menjawab: “Biarkan tentara
datang dan memperkosa wanita mereka. Biarkan mereka saja yang melindungi.”
Aku mencoba untuk berbicara
kepadanya, untuk membuatnya mengerti, akan tetapi aku tidak melihatnya sebagai
seorang yang punya tanggung jawab. Begitu juga dia tidak pantas berada di
posisi sebagai yang memerintah dan bertanggung jawab terhadap kaum muslimin,
darah dan kehormatan mereka.
Kukatakan ke Abu Al-Atsir : “Kami
(Jabhah Nushrah) memiliki basis di Bataliyon 46. Apakah kau mengetahuinya?”
Dia menjawab: “Ya, kami
mengetahuinya”
Kutanya lagi : “Apakah kau melihat
bendera Jabhah Nushrah di atas barak? Dan tahukah kau bahwa di sana ada
bataliyon yang memberikan bai’atnya kepada Jabhah Nushrah, dan saudara-saudara
kita di sana, dan ada ustad yang mengajar saudara-saudara kami di sana?”.
Dia menjawab : “Ya kami
mengetahuinya.”
Kutanya lagi : “Jadi kau mengetahui
bahwa ada Jabhah Nushrah di Bataliyon 46?”
Dia menjawab : “Ya, mereka adalah
Jabhah Nushrah yang berbai’at kepada kami, dan saat ini mereka menjadi bagian
dari ISIS.”
Kutanya lagi : “Bagaimana bisa? Aku
tidak mengerti maksudmu?”
Dia menjawab : “Orang yang memberi
bai’at kepadamu, setelah seminggu mereka memberikan bai’at kepada kami, dan dia
adalah teman lamaku dan kami pernah bersama-sama dalam banyak peperangan. Kami
kaget ketika dia berbai’at kepada Jabhah, jadi aku mendatanginya dan tidak
pergi kecuali dia berbai’at kepada daulah(ISIS).”
Kukatakan : “Subhanallah! Kau
menyalahkan kami karena mengambil bai’at dari brigade ini dan menganggap FSA
dan ‘murtadin’ dan menuduh kami membantu para ‘murtadin’ dan beraliansi bersama
‘murtadin’ yang ternyata adalah temanmu, dan orang yang berbai’at kepadamu.”
Dia berkata : “Dia adalah teman
lamaku, dan masih.”
Aku berkata kepada Abu Al-Atsir :
“Jika saat ini kau menghentikan perang, semua battalion di FSA juga siap
melakukan gencatan senjata, dan syaratnya adalah mundur dari Bataliyon 46”.
Dia berkata : “Kami tidak akan
mundur, dan kami tidak akan kabur!”
Aku berkata : “Bahkan jika harus
menumpahkan darah, darahmu dan darah saudara-saudaramu, darah kaum muslimin?”
Dia menjawab : “Saat ini kami akan
menemui para pasukan dari barisan depan dan akan menyerang basis dan
menghancurkan mereka”.
Tentu saja di lain hari aku
mendatangi Abu Usamah Al-Maghribi. Kami mencoba untuk menegosiasikan gencatan
senjata, dan dia adalah penanggung jawab militer kawasan itu, kami berkata :
“Bagaimana bisa kamu menyerang basis sedangkan saudara-saudara kami ada di
dalam dan kamu membunuh mereka?”
Dia menjawab : “Kami tidak
mengetahui saudara kalian ada di dalam dan kami tidak mengetahui kalau ada
Jabhah di sana”.
Aku bertanya : “Bagaimana bisa? Kan
ada bendera kami di sana.”
Dia menjawab : “Kami menyerang pada
malam hari. Jadi kami tidak mengenali benderanya.”
Aku berkata : “Saudara-saudara kami
berada di sana. Dan tidak ada seorangpun yang mengabari mereka.”
Dia berkata : “Para penyerang
semuanya non arab dan tidak bisa berbicara bahasa arab dan mengerti bahasa
arab, dan mereka memasuki basis pada malam hari dan membunuh orang yang di
dalamnya. Masalah ini berkembang kemana-mana, padahal ini hanya isu kecil.”
Aku berada diantara delegasi yang
mana semuanya bekerja keras untuk menghentikan perang antara daulah (ISIS) dan
kelompok bersenjata lainnya. Kami tidak bisa menemui komandan di daulah (ISIS)
yang mana merupakan pembuat keputusan, sampai akhirnya kami menemui Abu Ali
Al-Anbari (Wakil Syaikh Al-Baghdadi, -ed). Kami meminta padanya untuk menemui
pembuat keputusan, dia menjawab : “Akulah pembuat keputusan dan keputusanku
dipersetujui oleh semua orang di daulah (ISIS), bahkan Al-Baghdadi.”
Kami berkata : “Baguslah. Kami
adalah wakil dari berbagai kelompok”.
Jabhah mendapat kewenangan dari
beberapa kelompok untuk mewakili mereka di dalam negosiasi. Kami berbicara
banyak dengan Abu Ali Al-Anbari, akan tetapi kami tidak mencapai kesepakatan.
Kami berkata padanya : “Berhati-hatilah saat ini, masyarakat akan bangkit
melawanmu.”
Dia menjawab : “Tidak, mereka tidak
akan melawan; sebaliknya mereka mencintai kami.”
Aku berkata : “Kamu tidak mengetahui
realita yang terjadi saat ini. Masyarakat telah bersiap-siap melawanmu.”
Dia menjawab : “Kami akan memerangi
siapapun yang mengangkat senjata melawan kami.”
Aku berkata : “Kelompok bersenjata (Mujahidin)
dan masyarakat, dan mereka yang mengklaim bahwa kamu telah melakukan ketidakadilan
terhadap mereka.”
Dia menjawab : “Kami akan memerangi
mereka semua. Kami akan menghabisi mereka. Kami yang akan hancur atau mereka
yang akan hancur! Kami akan memberantas siapapun yang melawan kami, melawan
daulah (ISIS)”.
Di dalam pembicaraannya beberapa
kali dia mengulang : “Mereka adalah shahawat. Mereka adalah murtadin. Kami akan
membasmi mereka!”, Dan kami kembali dari pertemuan dengannya tanpa hasil
apapun.
Kami datang dan mengetahui bahwa dia
bukanlah orang yang bertanggung jawab, seseorang dengan posisi yang tinggi
(orang kedua di ISIS,-ed) ingin membasmi orang lain. Ingin membasmi semua yang
melawan daulah (ISIS).
Bahkan saat mediator berkata padanya
: “Semua faksi dan bataliyon siap tunduk dengan pengadilan syariah”.
Dia menjawab di depanku, dan Allah
akan menjadi saksi atas apa yang aku katakan, (dia berkata) : “Setelah kami
selesai (membunuh semuanya), maka barulah di sana ada pengadilan syariah”. Cara
bicaranya menunjukkan bukti bahwa dia seorang yang tidak bertanggung jawab.
Mereka (ISIS) menggunakan pemuda dan
mujahidin di dalam perang melawan kelompok-kelompok (kelompok Islam dan kafir)
dan para mujahid itu juga tidak berharga menurut mereka. Mereka menganggap
mujahid itu sebagai orang yang datang untuk mati, maka (biarkan) mereka pergi
dan mati.
Aku bersama beberapa saudara yang
mulia mendatangi Umar Al-Shishani, mencoba untuk mencapai kesepakatan gencatan
senjata. Kami berbicara panjang lebar dengannya. Ini merupakan pembahasan
yang sangat rumit, dan akhirnya kami mencapai kesepakatan gencatan senjata,
dengan syarat Daulah menghentikan tindakan pembunuhan, dan di sisi lain kami
meminta kepada semua kelompok yang berperang, untuk berhenti berperang dan
membawa kasus ini ke pengadilan syariah setelah selesai peperangan, pengadilan
syariah yang akan ada keputusan pengadilan mengenai konflik dan pelanggaran di
antara kedua belah pihak.
Aku berkata kepada Umar Al-Shishani
: “kami ingin bukti keaslian kesepakatan ini, untuk membuat kelompok lainnya
percaya kepada kami.”
Tentu saja, dia menyetujui bahkan
hampir semua asistennya menjadi saksi akan keaslian kesepakatan itu. Dan ini
adalah kesepakatan antar komandan militer umum Jabhah Nushrah dan komandan
militer umum Daulah (ISIS), saling menyepakati untuk gencatan senjata di semua
tempat peperangan antara Daulah dan kelompok lainnya.
Dan kami bertanya kepadanya :
“Apakah kesepakatan ini atas persetujuan Daulah?”, dia (Umar) menjawab: “ya.”
Dan saudara lainnya yang bersamaku berkata padanya: “Apa yang kamu katakan ini
atas persetujuan Daulah?”. Dia menjawab : “Ya, ini adalah kesepakatan yang
dipersetujui oleh Daulah dan berlaku di mana saja. Aku adalah komandan umum
militer Daulah dan kesepakatan ini disetujui oleh Daulah.”
Umar Al-Shishani ingin mempercepat
pelaksanaan gencatan senjata, dan berkata padaku : “Kapan gencatan senjata ini
akan dimulai?”.
Aku berkata padanya : “Kami harus
menyampaikannya kepada pimpinan dan menginformasikannya kepada
batalion-batalion dan kelompok-kelompok yang ada.”
Dia menjawab : “Itu membutuhkan
beberapa waktu. Kami ingin secepatnya.”
Aku menjawab : “Ini butuh setidaknya
dua hari.”
Dia berkata : “Tidak, ini terlalu
lama. Kau harus bergegas akhi, buat lebih cepat lagi.”
Aku menjawab : “Setidaknya dua hari.
Aku tidak bisa melakukan ini kurang dari dua hari, aku harus menginformasikan
hal ini ke komando pusat Jabhah Nushrah, dan lalu kepada bataliyon dan kelompok
lainnya tentang kesepakatan ini.”
Dia telah memberi harapan kepadaku
untuk mempercepat penyelesaian masalah ini. Disana ada yang setuju dengan
pendapat Umar Al-Shishani, dan ada pula yang tidak setuju dan menginginkan
perang.
Di hari berikutnya, sebagai tanda
niat baik mereka (bermaksud menyindir), mereka mengirim bom mobil ke Anadan dan
iring-iringan militer ke Manbij. Aku tidak tau siapa sebenarnya pembuat
keputusan di Daulah, kesepakatan gencatan senjata sudah tercapai tapi di hari
berikutnya bom mobil dan penyerangan terhadap penduduk. Kesepakatan tidak berarti
apapun kecuali hanya sekedar tulisan diatas kertas, dan kami tidak bisa
menemui pemimpin utama yang membuat keputusan di Daulah.
Bukti kesepakatan antara Syaikh Abu
Hammam As-Suri dan Komandan Militer ISIS, Umar Al-Syisyani
Kami tidak berhasil menemui orang
yang mempunyai kewenangan di Jamaah Daulah (ISIS) yang mengingikan gencatan
senjata dan menghentikan tumpahnya darah kaum muslimin dan darah saudara mereka.
Subhanallah, kami sangat antusias
menjaga untuk tidak tertumpahnya darah kaum muslimin dan mujahidin baik yang di
Daulah maupun lainnya.
Kami mencoba untuk mencapai
kesepakatan gencatan senjata di beberapa daerah, bahkan ketika FSA datang untuk
menguasai Al-Sinaeya (kota industri), kami mendengar bahwa Daulah mundur dari
basisnya, maka kami mengirimkan utusan (dari Jabhah Nushrah) memastikan berita
tersebut. Lalu ikhwan ini memasuki salahsatu bekas pos isis dengan penuh
waspada.
Tidak ada seorangpun di dalamnya. Tatkala
memasuki suatu area ditemukan disitu penuh ranjau dan bom siap ledak.. Maka tim
survey kembali dan menyampaikan berita ini kepada kami, maka kami mengirimkan
ahli penjinak bom untuk menjinakkannya. Mereka (daulah) menaruh tong-tong
berisi TNT dan di samping tong itu ada gas khlor. Jika tong-tong itu meledak,
maka ia akan menghasilkan gas khlorinat yang mematikan.
Padahal terdapat banyak rakyat
sipil, wanita dan anak-anak di kota Al-Sinaeya ini. Jika tong-tong itu meledak,
itu akan menjadi suatu pembantaian, dan itu akan menyebabkan kematian banyak
wanita dan anak-anak yang dievakuasi dari kota lainnya dan dibawa ke tempat
perlindungan di Al-Sinaeya. Semuanya akan mati. Laa haula walaa quwata illa
billah.
Adapun perihal bom mobil, aku dengan
mata kepalaku sendiri menyaksikan operasi di Al-Moshat. Sebuah bom mobil datang
meledakkannya di gerbang Al-Moshat. Dan mobil kedua datang dan dia meledakkan
dirinya di dalam pemukiman Fafen, sebelum dia keluar dari pemukiman dan sebelum
dia mencapai Al-Moshat. Sedangkan mobil ketiga terletak 100 meter di belakang
mobil kedua, meledakkan dirinya di samping pom bensin.
Dua mobil meledak di samping
pemukiman sipil dan di sana tidak ada kelompok manapun, tidak dari FSA, dan
tidak dari Jabhah Nushrah, dan tidak juga dari kelompok lainnya. Kedua mobil
itu meledak di antara pemukiman warga. Aku melihatnya dengan mata kepalaku
sendiri dan masih teringat akan ledakan dan kerusakan yang masih ada
sampai saat ini bagi siapapun yang ingin melihatnya. Hasbunallah wa nikmal
wakil.
Walhamdulillahi Rabbil Aalamin.
Link video dengan subtitle indonesia :
http://www.youtube.com/watch?v=wNupmOvbFVw&feature=youtu.be
Tidak ada komentar:
Posting Komentar